Jumat, 14 Maret 2025
Menggali Nasehat Bung Hatta
Oleh : Dr. Nasrullah,
M.Pd.
Alumni Program Doktor (S3)
Pendidikan Islam
UIN Imam Bonjol Padang
Seiring
perjalanan waktu yang begitu cepat, tanpa terasa telah hampir setengah abad
Bung Hatta meninggalkan kita semua. Tepatnya beliau menghembuskan nafas
terakhir pada 14 April 1980, atau 45 tahun yang lalu. Namun jasa dan
keteladanan yang telah ditunjukkan semasa hidupnya takkan lekang ditelan masa. Pemikiran
dan kebaikan yang telah dilakukannya sepanjang hayatnya akan tetap menjadi
inspirasi bagi segenap warga bangsa, terutama di era digital sekarang.
Berbagai
hal positif, di era digital, seperti kemudahan memperoleh informasi kini telah
dirasakan semua orang. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa dan lansia telah
menikmati limpahan informasi. Secara umum, mereka sangat akrab dengan
kecanggihan teknologi . Namun, teknologi juga membawa sisi negatif yang menerpa
semuanya. Efek negatif ini, jika tidak dikelola secara baik, akan menimbulkan
dampak mengerikan. Sebagai contoh pada berita hoaks yang dapat merugikan
berbagai pihak.
Menyebarnya
efek negatif tersebut, diantaranya berakar dari ketidakjujuran dan sikap FOMO.
Sikap fomo ( Fear Of Missing Out) adalah perasaan takut ketinggalan trend atau
takut ketinggalan dari berbagai perkembangan terbaru. Ketidakjujuran timbul akibat
takut ketinggalan dan menginginkan segala sesuatu secara instan. Untuk memenuhi
kepentingan tersebut, baik itu berupa kepentingan pribadi maupun kepentingan
kelompok, secepat mungkin, orang memanipulasi berbagai fakta. Fakta diolah
sedemikian rupa dengan dukungan teknologi, demi mencapai maksud tertentu. Sehingga
ketidakjujuran kian bersemi dan berkembangbiak . Dalam hal ini kejujuran
menjadi barang asing dan langka. Dan, sikap FOMO sejatinya juga berakar dari
ketidakjujuran dan keinginan untuk
memperoleh pengakuan sosial yang tinggi atau memperoleh pengikut yang banyak,
dan keinginan terkait lainnya..
Ekses
dari kemajuan teknologi di era digital tersebut telah diantisipasi Bung Hatta
sejak dulu. Telah hampir setengah abad
keteladanan Bung Hatta tetap menunjukkan aktualitasnya. Hal itu diantaranya
terdapat dalam nasehat Bung Hatta yang menekankan pentingnya kejujuran. Beliau
mengatakan bahwa kurang pintar dapat ditingkatkan dengan belajar, kurang
terampil dapat ditingkatkan dengan latihan, namun kurang jujur sulit
diperbaiki. Untuk itu, pendidikan karakter dalam meningkatkan kejujuran sangat
penting dikembangkan.
Peningkatan
kejujuran memang tidak semudah meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Jelas
tidak semudah menerapkan deep learning
dalam pembelajaran. Ini sebenarnya berpijak dari keimanan. Berpijak dari
keyakinan bahwa Allah menyaksikan segala sesuatu perbuatan setiap manusia.
Perbuatan itu akan dimintai-Nya pertanggungjawaban di akhirat nanti. Jika
perbuatan itu baik, maka ganjaran pahala siap menanti. Namun, jika perbuatan
itu buruk, maka siksa-Nya amat keras dan sangat mengerikan. Hal ini diantaranya
ditegaskan dalam Q.S. Al Anfal, ayat 25),
yang artinya ; Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya.
Bung
Hatta juga memberikan nasehat atau keteladanan dalam mengurangi FOMO. Beliau
sangat sederhana, bahkan keinginannya untuk memiliki sepatu yang terkenal pada
masanya, sepatu Bally made in Swiss, tetap ditahan. Sehingga keinginan dan
harapan untuk memiliki sepatu itu hanya tertinggal dalam bentuk potongan kertas
iklan yang terselip dalam dompet kesayangannya. Itu diketahui setelah beliau
meninggal. Padahal, saat itu beliau adalah tokoh terkenal dan sangat berpengaruh.
Dengan
demikian, keteladanan Bung Hatta dalam pentingnya menegakkan kejujuran atau
senantiasa bersikap jujur, merupakan senjata ampuh untuk menanggulangi akibat
negatif kemajuan teknologi. Begitu juga dengan kesederhanaan dan sikap menahan
diri dari kemewahan yang beliau tunjukkan, juga sangat penting di era sekarang.
Keteladanan ini akan dapat menghambat laju perkembangan virus flexing yang dihembus badai FOMO. Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fu
anhu wakrim nuzulahu
Senin, 10 Maret 2025
Ada Geometri Dalam Lipatan
Oleh : Dr. Nasrullah,
M.Pd.
Alumni Program (S3)
Doktor Pendidikan Islam
UIN Imam Bonjol Padang
Kebiasaan melipat dilakukan orang
setiap hari. Banyak benda yang dilipat, diantaranya kain selimut. Selesai
dipakai, selimut itu dilipat sehingga menjadi rapi. Kalau sebeliumnya kain itu
terbentang luas, kemudian dilipat sehingga luasnya menjadi berkurang atau
menjadi lebih kecil. Namun, jika dilihat dari bentuk semula, hasil lipatan itu
menjadi berganda. Ini dilihat dari hitungan lipatan. Jadi, satu di lipat
menjadi dua, dua di lipat menjadi empat, dan seterusnya.
Dalam wujud lipatan di atas, dimana
hasil yang diperoleh menjadi lebih kecil. Misalnya, kain yang tadinya memiliki
luas 2x1 meter, setelah dilipat beberapa kali luasnya bisa mencapai 0,25 x
0,125 meter. Secara fisik bentuk lipatan ini lebih kecil. Tidak hanya kain,
banyak benda juga dilipat. Sehingga wujudnya secara fisik menjadi lebih kecil.
Dalam hal lain, dari sisi non fisik lipatan itu bisa menjadi besar, artinya ada
wujud yang menjadi besar setelah dilipat satu kali, dua kali atau beberapa
kali.
Dalam surat An- Nazi’at, ayat 16,
yang artinya : Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa. Tatkala Tuhannya
memanggilnya di Lembah Thuwa. Menurut pendapat pakar tafsir M. Quraish Shihab
dalam tafsir Al Misbah, volume 15 halaman 47.
kata ‘Thuwa’ terambil dari akar kata yang antara lain berarti melipat.
Sesuatu yang dilipat itu lipatannya menjadi berganda. Dalam hal ini dijelaskan
bahwa lembah Thuwa itu memiliki kesucian yang berganda karena Nabi Musa as ber-munajat (berdialog) dengan Allah di
tempat itu dua kali.
Ditinjau dari segi geometris,
lipatan itu memiliki dua barisan geometri. Barisan pertama adalah menunjukkan
barisan geometri yang mengecil. Dalam hal ini perbandingan atau rasionya kecil
dari satu. Yakni dari satu menjadi setengah. Setengah menjadi seperempat, dan
seterusnya, Dalam harisan geometri ini terdapat rasio atau perbandingan
setengah. Barisan kedua adalah menunjukkan pertambahan yang berlipatganda, atau
rasionya lebih dari satu. Seperti dikemukakan oleh pakar di atas, lembah Thuwa
itu memiliki kesucian berganda, meskipun volume tempat itu tetap. Dalam hal ini
kesucian objek yang dimaksud menjadi lebih besar menjadi dua kali atau rasionya
lebih dari satu, dalam contoh ini rasionya dua.
Pengertian melipat dalam kategori
pertama, yakni yang dikategorikan barisan geometri dengan rasio kecil dari
satu, bisa dijadikan sebagai tonggak dalam memaknai dosa. Dosa yang terlanjur
terlakukan, diharapkan dapat berkurang. Jadi, jika dosa itu memiliki volume
sebesar gunung. Dosa itu diharapkan bisa diperkecil, dilipat dua, sehingga
menjadi setengah. Kemudian dilipat lagi menjadi seperempat, seperdelapan,
seperenambelas dan seterusnya. Sampai habis mencapai bentuk yang terkecil,
kalau mungkin terhapus. Upaya ini tentu dilakukan dengan bertobat dan melakukan
kebaikan. Melakukan kebaikan itu diantaranya dengan menuntut ilmu. Jadi. dosa
yang terlanjur diperbuat diimbangi dengan banyak menuntut ilmu. Sehingga dengan
izin Allah, dosa itu menjadi kecil, diperkecil lagi, diperkecil lagi, sehingga
(Insyaalah) bisa terhapus. Terhapusnya dosa dengan menuntut ilmu.berdasarkan
pada hadist Nabi, sebagaimana terdapat dalam HR al Tirmidzi no. 2572, yang
artinya ; Barang siapa menuntut ilmu, maka itu sebagai penghapus dosanya pada
masa lalu.
Sedangkan, melipat dalam kategori
kedua, yakni dengan rasio lebih dari satu, menunjukkan peningkatan pahala yang
diberikan- Nya kepada manusia atas ibadah atau amal yang dilakukan. Penegasan
itu diantaranya terdapat dalam surat Al Baqarah
ayat 261, yang artinya : Perumpamaan orang yang menafkahkan harta mereka di
jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada
setiap butir seratus biji. Allah terus
melipatgandakan bagi siapa yang dia
kehendaki.Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.".
Lebih jauh, menurut Quraish Shihab,
seperti yang dikemukakan dalam tafsir Al Misbah, volume 1. Hal. 690, angka
tujuh dalam ayat itu tidak harus dipahami sebagai di atas enam atau di bawah
delapan, tapi angka itu sama dengan istilah seribu satu yang tidak berarti di
bawah seribu dua atau di atas seribu. Angka tersebut berarti banyak. Bahkan
pelipatgandaan itu tidak hanya tujuh ratus kali, tetapi lebih dari itu, karena
Allah terus menerus melipatgandakan pahala bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.
Keinginan melipatgandakan sesuatu
juga merupakan sifat asli manusia, terutama dalam hal keuntungan materi.
Khususnya keinginan untuk mendapat keuntungan yang banyak. Bahkan jika anak
Adam memperoleh satu gunung emas, pasti ia akan minta gunung emas kedua, ketiga
dan seterusnya. Kenginan itu akan terus bertambah dan terus bertambah, dan
berakhir ketika Izrail mencabut nyawa.
Dalam konteks pelipatgandaan di
atas, maka upaya Presiden Prabowo dalam mendirikan lembaga keuangan Danantara
dan Bank emas adalah upaya untuk mendapatkan keuntungan yang berlipatganda bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sehingga kesejahteran warga bangsa makin meningkat
dan teriring harapan semoga juga amal kebaikan yang mereka lakukan juga semakin
berlipatganda.
Kini, Ramadhan datang, kedatangan
bulan mulia ini menghamparkan pahala yang berlipatganda bagi setiap amal
kebaikan yang dilakukan. Pelipatgandaan ini mengacu pada peningkatan pahala
atas amal yang diperbuat dengan rasio yang lebih dari satu, bisa sepuluh,
seratus. tujuh ratus atau lebih. Dalam hal ini harapan terhadap pahala itu
tentulah dengan rasio yang besar. Aamiin.Selamat menunaikan ibadah puasa.
Minggu, 02 Februari 2025
HOTS dan ANGIN
Oleh : Dr. Nasrullah,
M.Pd.
Alumni Program Doktor (S3) Pendidikan Islam
UIN Imam Bonjol Padang
Berbagai
cara terus dikembangkan untuk menjadikan HOTS dimiliki peserta didik. Mulai
dari penyiapan bahan ajar, merancang strategi pembelajaran sampai teknik untuk
mengevaluasi pencapaiannya. Upaya ini akan terus dikembangkan dan disesuaikan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga ditemukan dan digunakan
berbagai bahan ajar, kiat pembelajaran dan aksi atau tayangan interaktif pembelajaran,
serta evaluasi pembelajaran yang bermuatan HOTS.
Sebagai
contoh dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam, diantaranya dalam menganalisa
manfaat angin. Interaksi dalam pembelajaran dengan materi ini tentu akan
mendorong peserta didik untuk menemukan aspek fisika dari angin. Juga mencakup
perhitungan matematis dalam hal pengukuran kecepatan dan pembuatan grafiknya.
Bisa juga ditinjau dari disiplin ilmu geografi dan ilmu lainnya. Sehingga dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan ataupun menhasilkan produk baru. Bisa dalam
bentuk miniatur proyek yang memanfaatkan pengetahuan tentang angin dan memberikan
stimulasi untuk mengembangkan dan
memanfaatkan energi terbarukan tersebut. Hal ini akan mendorong timbulnya
berbagai terobosan ataupun menghadirkan berbagai pemecahan masalah yang
berkaitan dengan energi yang bisa diperbaharui tersebut.
Upaya
tersebut telah dilakukan secara optimal di ruang kelas, di laboratorium ataupun
di ruang terbuka yang memungkinkan dan memudahkan serta mempercepat pemahaman
maupun analisis yang mendalam tentang materi tersebut. Ini tentu mendorong
peningkatan pengetahuan, kemampuan menganalisis dan pemecahan masalah peserta
didik. Sangat luar biasa sekali aktivitas yang telah dirancang dan dilakukan
untuk mencapai tujuan pembelajaran dimaksud.
Meskipun demikian, upaya tersebut akan dapat
lebih optimal jika dilengkapi dengan unsur spiritual. Dalam hal ini, fenomena
angin tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang ada dan mengalami proses alami
serta dapat dimanfaatkan manusia. Juga tidak hanya dengan melihat pergerakan
angin yang dipahami sebagai aksi dan reaksi atau sebagai proses sebab akibat alamiah
semata.
Hal ini
dapat dilihat dalam peristiwa angin yang mengandung api, angin yang menyulut
kebakaran di Los Angeles, Amerika Serikat. Angin berapi yang dahsyat itu telah
menghancurkan bangunan dan merenggut nyawa manusia serta hewan. Angin itu
begitu luar biasa, kuat dan membawa api yang membakar serta meluluhlantakkan
apa saja yang menjadi penghalangnya. Sehingga korban pun berjatuhan dan
menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit.
Dari
segi nomenklatur angin ataupun nama dalam diskripsi ilmu pengetahuan tentang
angin, termasuk juga dalam pengembangan pola berpikir tingkat tinggi yang
digalakkan, belum ditemukan atau belum ada nama angin yang mengandung api.
Jadi, belum ada diskusi, analisis ataupun dialog interaktif yang membahas
tentang angin yang bermuatan api itu. Berbagai nama angin yang ada dalam bahasa
Indonesia, diantaranya angin darat, angin laut, angin lembah dan sebagainya.
Tidak ada ungkapan angin yang mengandung api. Begitu jaga nama angin dalam
bahasa asing yang umumnya merujuk kepada asal atau sifat dari angin tersebut.
Jadi, nama angin dalam khazanah pengetahuan manusia umumnya berkaitan dengan
asal, sifat dan akibat yang ditimbulkannya saja. Dan, nama itu juga berkembang
sesuai dengan perkembangan kognitif manusia.
Kecenderungan
itu tampaknya perlu di tata ulang. Sebab, lebih dari seribu empat ratus tahun
yang lalu, jauh sebelum ilmu pengetahuan manusia berkembang, dalam kitab suci
sudah dikemukakan-Nya. Hal ini terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 266, secara jelas Allah
mengatakan bahwa ada angin yang bermuatan api. Lengkapnya terjemahan ayat
tersebut adalah sebagai berikut. “ Apakah salah seorang di antara kamu ingin memiliki kebun
kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki
segala macam buah-buahan. Kemudian, datanglah masa tua, sedangkan dia memiliki
keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu, kebun itu ditiup angin kencang yang mengandung api sehingga terbakar.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya.
Ayat di
atas menegaskan bahwa ada angin yang bermuatan api. Ini tentu berbeda dengan
nama atau nomenklatur angin rekaan manusia. Dan, kebakaran di negara adi daya
itu dapat menjadi pengingat firman-Nya,
dan dapat jadi alarm atas keteledoran tersebut. Ini berarti peristiwa kebakaran
dahsyat itu akan mendorong pemahaman angin dengan nomenklatur kitab suci. Ini
akan mendorong penggunaan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Jika penerapan hal
ini dilakukan, tentu akan menghadirkan
proses dan media interaktif pembelajaran yang mengakui kekuasaan Allah di atas
segalanya. Dalam konteks ini berarti upaya mengembangkan HOTS sangat tepat bila
dilengkapi dengan unsur spritual.
Unsur spritual
tersebut sangat diperlukan manusia dalam rangka menjaga hubungan dengan Allah
dan meyakini serta mengakui kemahakuasaan-Nya. Ini juga mendorong pengintegrasian ilmu
pengetahuan umum dan agama secara utuh. Dan pengintegrasian tersebut akan mendorong
pencapaian tujuan pendidikan, yakni menjadikan insan yang beriman dan bertaqwa
kepada-Nya. Tujuan ini selalu tercantumkan undang-undang pendidikan dan senantiasa
terdapat dalam tujuan pendidikan, bahkan selalu hadir dalam setiap kurikulum, meskipun
kurikulum terus berganti. Wallahua’lam
Jumat, 31 Januari 2025
Mengukuhkan
Keberadaan Buku
Oleh : Dr. Nasrullah,
M.Pd.
Alumni Program Doktor (S3) Pendidikan Islam
UIN Imam Bonjol Padang
Di era
digital sekarang, berbagai informasi telah hadir melalui berbagai berbagai
perangkat telekomunikasi. Sehingga sangat mudah mengetahui segala sesuatu
melalui You tube, tiktok, dan sebagainya. Hal ini membuat keberadaan buku
sebagai sumber informasi mengalami penurunan atau menjadi terpinggirkan. Dalam
ungkapan lain buku dapat dikatakan bahwa buku tak lagi dilirik. Sehingga, jika dibandingkan antara orang yang
membaca buku dengan yang melihat video pada perangkat elektronik, bagaikan
membandingkan antara besarnya semut dan gajah. Artinya jumlah orang yang masih
mau membaca buku hanya seberat seekor semut dan jumlah orang yang menikmati
tontonan digital sebesar gajah.
Kondisi tersebut
mungkin sudah merupakan kehendak zaman, namun, mengurangi peran bahkan
mengabaikan buku sebagai sumber informasi, sebenarnya akan menimbulkan berbagai
akibat. Akibat itu antara lain, kurang dalamnya informasi yang diperoleh serta
kurang berkembangnya imajinasi. Dalam hal ini, buku memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan tayangan digital tersebut. Keunggulan itu
diantaranya dalam mendapatkan informasi secara tuntas, menghadirkan imajinasi
yang kuat dan mudah digunakan. Sangat banyak perbandingan yang bisa di buat,
namun keunggulan buku tetap ada.
Disamping
memiliki keunggulan tersebut, keberadaan buku juga memiliki landasan yang
kokoh, khususnya dari segi agama. Dalam Al Qur’an terdapat banyak sekali
perintah untuk mengkaji, mendalami dan merenungkan kekuasaan-Nya. Kuasa Allah
yang sangat jelas mengatur alam semesta ini, takkan sanggup manusia menyebutkan
dan menuliskannya. Dalam perintah mengkaji dan mendalami ilmu-Nya, terdapat
ungkapan tinta dan pena. Tinta dan pena merupakan unsur penting dalam menulis
atau membuat buku. Hal ini diantaranya dinyatakan dalam surat Al Kahfi, ayat
109, yang artinya : Katakanlah, “ Kalau
sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti
habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan sebanyak itu (pula).
Menurut
Quraish Shihab, seperti yang dikemukakan dalam Tafsir Al Misbah Vol.7 hal. 384,
yang menyatakan bahwa kalimat-kalimat Allah adalah apa yang menunjuk kepada
ilmu-Nya dari apa yang diwahyukan-Nya kepada rasul-rasul-Nya. Pengetahuan atau kalimat itu supaya bertahan
lama atau langgeng, perlu ditulis. Untuk menulis digunakan pena dan tinta.
Hasil penulisan itu tentu berupa buku, kitab atau bentuk lain yang sejenis.
Begitu
juga dalam surat Luqman, ayat 27, yang artinya : Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi
tinta) ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (keringnya), niscaya tidak akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Ini menunjukkan banyaknya ilmu Allah
yang tidak mampu manusia mengungkapkannya. Meskipun ditulis dengan menjadikan
tumbuhan di bumi sebagai pena dan air lautan sebagai sebagai tinta. Itu belum
cukup. walaupun ditambah lagi sebanyak air lautan yang ada di bumi. Hal ini
menunjukkan bahwa ilmu Allah tak terhingga banyaknya, tak terjangkau oleh
kemampuan manusia. Ungkapan pena dan tinta dalam ayat ini menunjukkan hasil
tulisan dalam bentuk buku, kitab ataupun dalam
bentuk lain yang bersamaan.
Dengan demikian, keberadaan buku sangat jelas diisyaratkan kutipan ayat Al Qur’an tersebut. Hal ini tentu dapat menjadi pendorong dan sumber motivasi untuk terus membaca buku, menggali informasi dari buku secara detail dan mendalam. Sekaligus juga memperkokoh keberadaan buku di tengah tengah arus digitalisasi yang begitu massif. Hal ini tentu juga akan mempersempit ruang penyebaran hoaks atau berita bohong yang bagaikan monster berkelana di dunia maya. Selamat hari buku nasional.
Nasrullah Januari 31, 2025 CB Blogger Indonesia